Kita Berjumpa di Negeri Formosa
-Lomba-
Sejak di bangku sekolah menengah pertama saya sudah bercita-cita kalau suatu hari nanti saya akan ke luar negeri dan itu dengan beasiswa. Jika ditanya negara apa yang ada dalam pikiran saya saat itu, maka saya menjawab Jepang. Jepang yang terkenal sebagai negara yang bersih, indah dengan bunga sakuranya, dan juga budaya tepat waktunya merupakan salah satu hal yang menarik perhatian saya untuk menginjakkan kaki di sana. Beberapa tahun berlalu, saya pun masuk di salah satu Universitas terbaik se-Indonesia Timur, yakni Universitas Hasanuddin.
Sejak semester awal kuliah saya sudah aktif mencari informasi-informasi beasiswa ke luar negeri, entah itu dengan mencarinya di google, bertanya pada dosen, ataupun bertanya pada senior-senior yang sudah berpengalaman ke luar negeri. Hingga pada akhirnya, saya menemukan informasi tentang beasiswa ke Taiwan (Taiwan Ministry of Education Huayu Enrichment Scholarship) pada semester dua kuliah. Saya mencoba untuk melengkapi semua berkas yang cukup banyak yang diminta oleh penyelenggara beasiswa, Taipei Economic and Trade Office di Jakarta. Tepat pada tanggal 6 Juni 2016 yang pada saat itu sedang bulan Suci Ramadan, saya dihubungi oleh pihak penyelenggara via e-mail kalau saya terpilih sebagai salah satu dari 18 orang successful candidate se-Indonesia.
Saya masih belum menyangka kalau saya yang terpilih saat itu. Beasiswa belajar bahasa mandarin dan budaya selama enam bulan di Taiwan, negara yang cukup dekat dengan Jepang. Saya pun menghubungi balik pihak penyelenggara beasiswa untuk mengonfirmasi informasi tersebut dan meminta informasi tentang tahap selanjutnya. Setelah itu, saya mendapat balasan e-mail bahwa penerima beasiswa sudah harus memunyai letter of admission dari universitas yang dituju di Taiwan.
Jika belum mendapatkan letter of admission pada batas waktu yang ditentukan, maka posisi sebagai successful candidate akan diganti oleh peserta pada waiting list. Daftar kampus yang boleh didaftar telah dikasih oleh penyelenggara beasiswa. Saya pun menghubungi kampus National Chung Hsing University yang berada di kota Taichung dan meminta informasi mengenai berkas-berkas yang dibutuhkan untuk mendaftar belajar bahasa mandarin dan budaya di universitas tersebut. Hingga pada akhirnya, saya berhasil mendapatkan letter of admission dari Language Center of National Chung Hsing University.
Pada tanggal 3 Agustus 2016, semua successful candidate diundang untuk menghadiri briefing di Taipei Economic and Trade Office di Jakarta yang akan dirangkaikan dengan pembuatan visa. Kali itu adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di Ibu Kota Negara. Maklum, sejak SD sampai SMA saya adalah siswa yang sangat fokus di bidang akademis di kelas. Peringkat 1, selalu tertulis di buku laporan setiap semester. Untuk lomba akademis, saya lebih aktif mengikuti cerdas cermat dan olimpiade sains tapi masih dalam lingkup yang kecil.
Pada tanggal 20 Agustus 2016, tibalah saatnya untuk berangkat menuju negara yang terkenal dengan julukan Negeri Formosa, Taiwan. Sebelum keberangkatan, saya sempat menghubungi mahasiwa-mahasiswa Indonesia yang ada di Taiwan, khususnya di kota Taichung. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia di sana sangat baik dan ramah menyambut kedatangan saya. Hal yang paling sulit saya lupakan, yakni ketika salah satu mahasiswa S2 asal Bandung menjemput saya di Taoyuan International Airport, Taiwan. Mengingat saat itu, saya belum tahu akan tinggal di mana. “Di mana pun kita berada, kita tetap anak Indonesia, kita bersaudara”, mungkin kata-kata ini yang sangat cocok disematkan saat itu.
Sebelum masuk kampus, diwajibkan untuk melengkapi beberapa berkas salah satunya rekening Taiwan. Saya pun menuju kantor imigrasi yang ada di kota Taichung untuk mendapatkan ID Number yang nantinya akan digunakan untuk membuat rekening. Hari pertama masuk kampus pun tiba, saya sekelas dengan beberapa orang yang berasal dari negara yang berbeda. Ada yang dari Amerika, Perancis, Brasil, Jerman, dan juga Jepang. Ya, ada mahasiswa Jepang di kelas saya. Saya pun mencoba untuk mempraktikan bahasa Jepang yang sempat saya pelajari secara autodidak, walau hanya sekadar memperkenalkan diri. Mahasiswa Jepang itu pun menjawab, “Your pronunciation is good”. Saya pun tersenyum tipis, lagi-lagi tak menyangka.
Beberapa hari belajar di kelas, pihak Language Center of National Chung Hsing Univesity pun menginformasikan bahwa akan diadakan Taiwan Scholarship and Huayu Enrichment Scholarship Recipients Orientation and Welcome Party di Taipei, Ibu Kota Negara Taiwan. Pada saat itu, saya terkesima melihat banyaknya orang yang berasal dari 86 negara berkumpul dalam satu ruangan dan saya ada di antara mereka.
Beberapa menit kemudian, datanglah Wakil Presiden Taiwan. Kami semua berdiri dan bertepuk tangan, para photographer dan musik pun mengiringi. Wakil Presiden Taiwan memberikan sambutan-sambutan menggunakan bahasa mandarin kepada kami penerima beasiswa. Di samping Beliau ada seorang translator yang ketika Beliau selesai berbicara akan langsung diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Wakil Presiden Taiwan pun menutup sambutannya menggunanakan bahasa Inggris.
Hari-hari selama di Taiwan saya lalui dengan perasaan senang. Jadwal belajar di kelas dimulai dari Senin hingga Jumat, yang setiap harinya akan diberi tugas oleh laoshi (guru). Setiap hari Senin selalu ada tugas oral presentation, itu berarti kita harus siap berbicara bahasa mandarin di depan kelas. Tidak hanya belajar di kelas dan mengerjakan tugas, saya juga selalu mencari informasi-informasi kegiatan yang bisa meningkatkan pengetahuan saya tentang bahasa mandarin dan juga budaya Taiwan.
Salah satu mahasiswa S2 asal Jakarta yang juga berada di Taichung memberikan saya rekomendasi untuk mengikuti Host Family Program yang akan diadakan selama 1 hari di Yilan county. Saya pun mendaftarkan diri. Saat itu, saya kembali bertemu dengan banyak mahasiswa yang berasal dari berbagai negara, ada yang dari Thailand, Mongolia, Afrika, Cina, Vietnam dan masih banyak lagi termasuk Indonesia. Kegiatan yang sehari itu didampingi oleh satu keluarga orang Taiwan. Kami diperkenalkan tentang budaya-budaya Taiwan.
Hari Raya Idul Adha pun tiba. Ini kali pertama saya merayakan lebaran di negara orang, di negara minoritas muslim. Alhamdulillah, ada teman-teman Forum Mahasiswa Muslim Indonesia di Taiwan (FORMMIT) yang turut mengarahkan selama Hari Raya Idul Adha. Saat itu, saya melaksanakan salat id di Masjid Taichung. Di satu sisi, ada rasa bangga bisa berada di negara orang, tapi di sisi lain ada rasa sedih ketika harus merayakan hari raya dan jauh dari keluarga di Indonesia.
Hari-hari pun kembali dilalui. FORMMIT akhirnya mengadakan kegiatan kunjungan musim dingin ke beberapa tempat di Taiwan, yakni Hehuan Shan (gunung Hehuan) dan Qingjing Farm untuk mempererat tali silaturahim sesama warga Indonesia di Taiwan. Saya sebagai salah satu peserta sangat antusias terhadap kegiatan ini. Setelah sampai di Hehuan Shan, suhu menunjukkan -3oC. Cukup membuat badan saya menggigil dan mulut saya mengeluarkan asap ketika berbicara. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan ke Qingjing Farm, salah satu Farm yang ada di Taiwan. Tempatnya berada pada ketinggian yang pemandangannya sangat indah.
Selain Qingjing Farm saya juga sempat mengunjungi Farm Terbesar di Taiwan, yakni Flying Cow Ranch yang terletak di Mioli county. Berhubung saya adalah seorang mahasiswa jurusan peternakan di Universitas Hasanuddin, maka saya sangat bersyukur bisa memunyai kesempatan untuk mengunjungi dua farm tersebut. Di Flying Cow Ranch tidak hanya ada ternak sapi, ayam, dan itik tetapi juga dilengkapi dengan tempat pengolahan hasil ternak menjadi suatu produk siap konsumsi salah satunya ice cream. Ada juga tempat penginapan bagi wisatawan yang berminat untuk menginap, dan Flying Cow Ranch juga dilengkapi dengan tempat yang dijadikan sebagai pusat oleh-oleh khas Peternakan, seperti gantungan kunci, cangkir berukirkan gambar ternak, dan masih banyak lagi.
Tepat pada tanggal 17 Februari 2017, masa beasiswa saya pun berakhir. Saya harus kembali ke Indonesia dan melajutkan pendidikan S1 di Universitas Hasanuddin. Dihari terakhir pembelajaran, salah satu teman saya berkewarganegaraan Jepang berkata pada saya menggunakan bahasa mandarin yang artinya “Kamu adalah teman Indonesia saya yang paling baik. Jika kamu ke Jepang nanti, jangan lupa hubungi saya. Saya tinggal di kota Fukuoka”. Saya pun tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Kali ini memang saya belum sempat menginjakkan kaki di Jepang, tapi saya tidak akan pernah mengatakan kalau saya menyesal pernah ke Taiwan.
Taiwan itu indah, ya seperti julukannya Negeri Formosa yang artinya negeri yang indah. Semua berawal dari mimpi dan harapan yang diperkuat dengan doa dan usaha. Ingatlah jangan pernah menyesal melakukan sesuatu yang sudah dipikirkan dengan matang, karena percayalah di situ juga pasti ada pembelajaran yang indah dan sulit untuk terlupakan.
Demikianlah tulisan inspiratif dengan judul "Kita Berjumpa di Negeri Formosa" yang ditulis oleh Waode Nurmayani. Penulis kisah ini juga menjadi salah satu penulis pada Buku Antologi “December Moon”. Pada saat ini jika pembaca ingin menghubungi beliau silahkan bisa follow akun instagramnya dengan alamat @waode_nurmayani. Semoga menginpirasi ya.
Baca Juga Artikel Lainnya;
Kompetisi 2024
Kita Berjumpa di Negeri Formosa
Sejak di bangku sekolah menengah pertama saya sudah bercita-cita kalau suatu hari nanti saya akan ke luar negeri dan itu dengan beasiswa. Jika ditanya negara apa yang ada dalam pikiran saya saat itu, maka saya menjawab Jepang. Jepang yang terkenal sebagai negara yang bersih, indah dengan bunga sakuranya, dan juga budaya tepat waktunya merupakan salah satu hal yang menarik perhatian saya untuk menginjakkan kaki di sana. Beberapa tahun berlalu, saya pun masuk di salah satu Universitas terbaik se-Indonesia Timur, yakni Universitas Hasanuddin.
Sejak semester awal kuliah saya sudah aktif mencari informasi-informasi beasiswa ke luar negeri, entah itu dengan mencarinya di google, bertanya pada dosen, ataupun bertanya pada senior-senior yang sudah berpengalaman ke luar negeri. Hingga pada akhirnya, saya menemukan informasi tentang beasiswa ke Taiwan (Taiwan Ministry of Education Huayu Enrichment Scholarship) pada semester dua kuliah. Saya mencoba untuk melengkapi semua berkas yang cukup banyak yang diminta oleh penyelenggara beasiswa, Taipei Economic and Trade Office di Jakarta. Tepat pada tanggal 6 Juni 2016 yang pada saat itu sedang bulan Suci Ramadan, saya dihubungi oleh pihak penyelenggara via e-mail kalau saya terpilih sebagai salah satu dari 18 orang successful candidate se-Indonesia.
Saya masih belum menyangka kalau saya yang terpilih saat itu. Beasiswa belajar bahasa mandarin dan budaya selama enam bulan di Taiwan, negara yang cukup dekat dengan Jepang. Saya pun menghubungi balik pihak penyelenggara beasiswa untuk mengonfirmasi informasi tersebut dan meminta informasi tentang tahap selanjutnya. Setelah itu, saya mendapat balasan e-mail bahwa penerima beasiswa sudah harus memunyai letter of admission dari universitas yang dituju di Taiwan.
Jika belum mendapatkan letter of admission pada batas waktu yang ditentukan, maka posisi sebagai successful candidate akan diganti oleh peserta pada waiting list. Daftar kampus yang boleh didaftar telah dikasih oleh penyelenggara beasiswa. Saya pun menghubungi kampus National Chung Hsing University yang berada di kota Taichung dan meminta informasi mengenai berkas-berkas yang dibutuhkan untuk mendaftar belajar bahasa mandarin dan budaya di universitas tersebut. Hingga pada akhirnya, saya berhasil mendapatkan letter of admission dari Language Center of National Chung Hsing University.
Pada tanggal 3 Agustus 2016, semua successful candidate diundang untuk menghadiri briefing di Taipei Economic and Trade Office di Jakarta yang akan dirangkaikan dengan pembuatan visa. Kali itu adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di Ibu Kota Negara. Maklum, sejak SD sampai SMA saya adalah siswa yang sangat fokus di bidang akademis di kelas. Peringkat 1, selalu tertulis di buku laporan setiap semester. Untuk lomba akademis, saya lebih aktif mengikuti cerdas cermat dan olimpiade sains tapi masih dalam lingkup yang kecil.
Pada tanggal 20 Agustus 2016, tibalah saatnya untuk berangkat menuju negara yang terkenal dengan julukan Negeri Formosa, Taiwan. Sebelum keberangkatan, saya sempat menghubungi mahasiwa-mahasiswa Indonesia yang ada di Taiwan, khususnya di kota Taichung. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia di sana sangat baik dan ramah menyambut kedatangan saya. Hal yang paling sulit saya lupakan, yakni ketika salah satu mahasiswa S2 asal Bandung menjemput saya di Taoyuan International Airport, Taiwan. Mengingat saat itu, saya belum tahu akan tinggal di mana. “Di mana pun kita berada, kita tetap anak Indonesia, kita bersaudara”, mungkin kata-kata ini yang sangat cocok disematkan saat itu.
Sebelum masuk kampus, diwajibkan untuk melengkapi beberapa berkas salah satunya rekening Taiwan. Saya pun menuju kantor imigrasi yang ada di kota Taichung untuk mendapatkan ID Number yang nantinya akan digunakan untuk membuat rekening. Hari pertama masuk kampus pun tiba, saya sekelas dengan beberapa orang yang berasal dari negara yang berbeda. Ada yang dari Amerika, Perancis, Brasil, Jerman, dan juga Jepang. Ya, ada mahasiswa Jepang di kelas saya. Saya pun mencoba untuk mempraktikan bahasa Jepang yang sempat saya pelajari secara autodidak, walau hanya sekadar memperkenalkan diri. Mahasiswa Jepang itu pun menjawab, “Your pronunciation is good”. Saya pun tersenyum tipis, lagi-lagi tak menyangka.
Beberapa hari belajar di kelas, pihak Language Center of National Chung Hsing Univesity pun menginformasikan bahwa akan diadakan Taiwan Scholarship and Huayu Enrichment Scholarship Recipients Orientation and Welcome Party di Taipei, Ibu Kota Negara Taiwan. Pada saat itu, saya terkesima melihat banyaknya orang yang berasal dari 86 negara berkumpul dalam satu ruangan dan saya ada di antara mereka.
Beberapa menit kemudian, datanglah Wakil Presiden Taiwan. Kami semua berdiri dan bertepuk tangan, para photographer dan musik pun mengiringi. Wakil Presiden Taiwan memberikan sambutan-sambutan menggunakan bahasa mandarin kepada kami penerima beasiswa. Di samping Beliau ada seorang translator yang ketika Beliau selesai berbicara akan langsung diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Wakil Presiden Taiwan pun menutup sambutannya menggunanakan bahasa Inggris.
Hari-hari selama di Taiwan saya lalui dengan perasaan senang. Jadwal belajar di kelas dimulai dari Senin hingga Jumat, yang setiap harinya akan diberi tugas oleh laoshi (guru). Setiap hari Senin selalu ada tugas oral presentation, itu berarti kita harus siap berbicara bahasa mandarin di depan kelas. Tidak hanya belajar di kelas dan mengerjakan tugas, saya juga selalu mencari informasi-informasi kegiatan yang bisa meningkatkan pengetahuan saya tentang bahasa mandarin dan juga budaya Taiwan.
Salah satu mahasiswa S2 asal Jakarta yang juga berada di Taichung memberikan saya rekomendasi untuk mengikuti Host Family Program yang akan diadakan selama 1 hari di Yilan county. Saya pun mendaftarkan diri. Saat itu, saya kembali bertemu dengan banyak mahasiswa yang berasal dari berbagai negara, ada yang dari Thailand, Mongolia, Afrika, Cina, Vietnam dan masih banyak lagi termasuk Indonesia. Kegiatan yang sehari itu didampingi oleh satu keluarga orang Taiwan. Kami diperkenalkan tentang budaya-budaya Taiwan.
Hari Raya Idul Adha pun tiba. Ini kali pertama saya merayakan lebaran di negara orang, di negara minoritas muslim. Alhamdulillah, ada teman-teman Forum Mahasiswa Muslim Indonesia di Taiwan (FORMMIT) yang turut mengarahkan selama Hari Raya Idul Adha. Saat itu, saya melaksanakan salat id di Masjid Taichung. Di satu sisi, ada rasa bangga bisa berada di negara orang, tapi di sisi lain ada rasa sedih ketika harus merayakan hari raya dan jauh dari keluarga di Indonesia.
Hari-hari pun kembali dilalui. FORMMIT akhirnya mengadakan kegiatan kunjungan musim dingin ke beberapa tempat di Taiwan, yakni Hehuan Shan (gunung Hehuan) dan Qingjing Farm untuk mempererat tali silaturahim sesama warga Indonesia di Taiwan. Saya sebagai salah satu peserta sangat antusias terhadap kegiatan ini. Setelah sampai di Hehuan Shan, suhu menunjukkan -3oC. Cukup membuat badan saya menggigil dan mulut saya mengeluarkan asap ketika berbicara. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan ke Qingjing Farm, salah satu Farm yang ada di Taiwan. Tempatnya berada pada ketinggian yang pemandangannya sangat indah.
Selain Qingjing Farm saya juga sempat mengunjungi Farm Terbesar di Taiwan, yakni Flying Cow Ranch yang terletak di Mioli county. Berhubung saya adalah seorang mahasiswa jurusan peternakan di Universitas Hasanuddin, maka saya sangat bersyukur bisa memunyai kesempatan untuk mengunjungi dua farm tersebut. Di Flying Cow Ranch tidak hanya ada ternak sapi, ayam, dan itik tetapi juga dilengkapi dengan tempat pengolahan hasil ternak menjadi suatu produk siap konsumsi salah satunya ice cream. Ada juga tempat penginapan bagi wisatawan yang berminat untuk menginap, dan Flying Cow Ranch juga dilengkapi dengan tempat yang dijadikan sebagai pusat oleh-oleh khas Peternakan, seperti gantungan kunci, cangkir berukirkan gambar ternak, dan masih banyak lagi.
Tepat pada tanggal 17 Februari 2017, masa beasiswa saya pun berakhir. Saya harus kembali ke Indonesia dan melajutkan pendidikan S1 di Universitas Hasanuddin. Dihari terakhir pembelajaran, salah satu teman saya berkewarganegaraan Jepang berkata pada saya menggunakan bahasa mandarin yang artinya “Kamu adalah teman Indonesia saya yang paling baik. Jika kamu ke Jepang nanti, jangan lupa hubungi saya. Saya tinggal di kota Fukuoka”. Saya pun tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Kali ini memang saya belum sempat menginjakkan kaki di Jepang, tapi saya tidak akan pernah mengatakan kalau saya menyesal pernah ke Taiwan.
Taiwan itu indah, ya seperti julukannya Negeri Formosa yang artinya negeri yang indah. Semua berawal dari mimpi dan harapan yang diperkuat dengan doa dan usaha. Ingatlah jangan pernah menyesal melakukan sesuatu yang sudah dipikirkan dengan matang, karena percayalah di situ juga pasti ada pembelajaran yang indah dan sulit untuk terlupakan.
Demikianlah tulisan inspiratif dengan judul "Kita Berjumpa di Negeri Formosa" yang ditulis oleh Waode Nurmayani. Penulis kisah ini juga menjadi salah satu penulis pada Buku Antologi “December Moon”. Pada saat ini jika pembaca ingin menghubungi beliau silahkan bisa follow akun instagramnya dengan alamat @waode_nurmayani. Semoga menginpirasi ya.
Baca Juga Artikel Lainnya;
0 Response to "Kita Berjumpa di Negeri Formosa"
Posting Komentar